Wednesday, September 1, 2010

Menuju Puncak

Banyak orang bilang, hidup ini adalah suatu perjalanan panjang ibarat pendakian gunung.
Hmm.. Ada benarnya.. Dalam perjalanan pendakian gunung, kita harus terus gigih berusaha setapak demi setapak melangkah menuju titik finish, yang tak lain adalah puncak tertinggi sang gunung. Meskipun kita bertemu hewan-hewan liar, dihantam angin kencang, terganggu oleh kerikil dan bebatuan, atau hambatan lainnya, teuteup harus fokus pada target. Apa yang kita hadapi sekarang, proses apa yang pernah kita alami maupun emosi apa yang pernah kita rasakan, semua mengacu pada masa depan yang lebih baik, mengarah ke puncak kejayaan hidup kita masing-masing.
Kejayaan itu sendiri sih.. pengertiannya kembali ke pribadi tiap manusia. Ada yang mengukur secara materi, misal mereka merasa ‘hidup’ bila sudah mampu memiliki rumah tipe 4L (Lu Lagi Lu Lagi, begitu istilah orang untuk yang ukurannya sempit, sampai kita bisa bosan bertemu dengan orang serumah) atau RSSSS (Rumah Selonjoran Saja Sangat Susah..); tapi mungkin ada orang yang baru akan berpuas diri setelah membeli bangunan semewah istana (mewah di sini bukan ‘mepet sawah’ loh ya..). Ada juga sebagian (keciiil) orang yang merasa hidupnya berada di ‘puncak’ saat mereka bisa menyumbangkan tenaga mereka untuk sesamanya yang membutuhkan; bisa memotivasi orang lain untuk terus berjuang melawan kerasnya hidup, bisa menarik saudara-saudaranya yang tersesat di jalan salah dan sebagainya.
Tapi dibilang pendakian gunung juga tidak tepat 100%. Karena hidup ada kalanya mengalami jalan turun, tidak melulu yang ditemui adalah tanjakan. Contoh yang mudah ya.. pada saat kita mengalami penurunan semangat hidup. Entah itu hilang motivasi atau karena jenuh dengan rutinitas sehari-hari. Ada kalanya pula jalan gunung itu agak datar. Lumayanlah untuk mem-buffer sejenak lelah yang ada setelah bergerak melawan gaya gravitasi bumi...
Saat mendaki, banyak peralatan dan perbekalan yang harus kita siapkan untuk memastikan keselamatan perjalanan kita (bekal terutama makanan dan minuman itu penting untuk menambah energi tubuh agar dapat berjalan dan mendaki. Saya pribadi jelas tak akan lupa yang satu ini. Kalau perlu sih, nambah beli cemilan.. =p). Demikian kita harus melengkapi diri dengan ilmu dan kemampuan yang kompeten untuk menjalani hidup. Kemajuan teknologi yang menunjang seperti sekarang ini harusnya bisa membuat kita lebih siap menghadapi tantangan hidup yang ada, serta lebih bisa menonjolkan kemampuan dalam diri. Bukan sebaliknya malah keasikan browsing internet atau bermain online games terus menerus sampai akhirnya lupa makan, bahkan lupa beristirahat.
Selain kelengkapan alat, kita juga perlu terus mengasah kemampuan yang ada. Pada awalnya, kita targetkan dulu mendaki gunung yang rutenya tidak terlalu terjal. Setelah dapat dilalui, barulah ke gunung yang tingkat kesulitannya lebih dari yang sebelumnya. Dan begitu seterusnya, mencoba untuk menantang batas kemampuan yang kita miliki. Niscaya, suatu hari, Gunung Himalaya pun bisa ditaklukkan dengan mudah. Hehe.. (bayangkan momen saat tersenyum penuh bangga karena berhasil berdiri di atas puncak gunung yang terkenal di dunia..). Dari sekian kali mendaki, kita otomatis akan lebih bisa berhati-hati saat menapakkan kaki atau mencari pegangan tangan yang baru, dapat memutuskan dengan cepat langkah mana yang harus diambil. Inilah “belajar dari pengalaman”. Salah mengambil langkah, bisa jadi nyawa taruhannya..
Saya pribadi pernah mencoba mengambil materi climbing waktu pelajaran olahraga kuliah dulu. Awalnya memang agak canggung, ngeri juga ada. Bukan karena fobia ketinggian, tapi takut talinya tidak cukup kuat menahan berat badan saya. Kan konyol kalau sedang di atas tiba-tiba terjatuh karena tali putus. Haih.. untungnya hal tersebut tidak benar-benar terjadi. ^^
Seandainya ada kecelakaan terjadi karena tali putus saat pendakian, Anda boleh kirimkan surat protes dan klaim pengobatan ke perusahaan produsen tali climbing. =p

© by WP

No comments:

Post a Comment

Left your comment..