Thursday, September 16, 2010

Death

‘Death’, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti ‘kematian’, menurut jabaran saya adalah kata benda yang berkaitan dengan ataupun menyebutkan keadaan akhir dari pekerjaan ‘die’ (meninggal, mati).
Tidak ada alasan khusus bagi saya untuk menulis topik ini. Hanya saja belakangan banyak sekali peristiwa yang memakan korban jiwa di sekitar kita. Peristiwa itu bisa berupa bencana alam, yang kejadiannya datang tanpa tedeng aling-aling dan bersifat merusak; kecelakaan lalu-lintas, yang kadang tanpa sengaja terjadi begitu saja; maupun rusaknya kesehatan (terserang penyakit akut yang membahayakan nyawa). Meskipun kita tidak bisa tahu kapan kita akan ‘dipanggil’ oleh Yang Kuasa, paling tidak kita bisa mempersiapkan diri agar nantinya kita pergi tanpa rasa sesal yang terlalu.
Menyinggung soal masalah kesehatan yang membahayakan nyawa, hari Kamis tanggal 10 September lalu, saya ikut keluarga adik sepupu saya untuk menjenguk kakak sepupunya (saya sepupu dari pihak ayah, kemudian yang dijenguk adalah sepupu dari pihak ibu) di rumah sakit karena serangan stroke. Pada saat saya berdiri di kamar pasien itulah, saya tiba-tiba sadar bahwa umur manusia memang tidak dapat diprediksi. Sebagaimana kita tahu, stroke adalah penyakit yang cenderung dikaitkan dengan orang-orang berusia lanjut. Tapi yang saya lihat sekarang sedang terbaring adalah seorang pria yang usianya kurang lebih 30-an, baru menapak di usia menuju puncak emas kehidupan. Dia baru saja menjalani masa-masa sebagai pengantin baru tidak lebih dari 3 bulan. Seharusnya saat ini dia bisa bersama istrinya mempersiapkan calon momongan yang biasanya merupakan idaman tiap keluarga muda, bukan tergeletak tak berdaya di atas ranjang pasien. Sungguh tak tega saya melihatnya...
Pada dasarnya manusia pasti takut mati, tak terkecuali saya. Kalau menurut saya sih, orang cenderung takut karena dia belum siap untuk menghadapi kematiannya. Mungkin karena masih belum puas mengecap indahnya kehidupan, ada tanggungan keluarga, tidak rela berpisah dengan orang sekitarnya, atau mungkin ada sebab yang lain. Padahal, pada hakekatnya kematian adalah suatu proses yang pasti akan dialami setiap makhluk hidup tak terkecuali hewan, tumbuhan, dan terutama kita, manusia. Bedanya dengan makhluk hidup lain adalah, kita diberi proses kehidupan yang (umumnya) lebih panjang daripada mereka. Kita diberi kemampuan untuk mempelajari hal-hal di muka bumi ini dengan akal budi kita. Dan saat kita pergi (baca: meninggalkan alam fana ini), biasanya kita masih mendapatkan perlakuan yang pantas, yaitu dimakamkan, entah hanya dikubur ataupun dikremasi.
Untuk itulah, mari kita gunakan kesempatan hidup yang ada ini sebaik-baiknya. Gunakan kelebihan yang kita miliki, yaitu akal budi untuk meraup pengetahuan sebanyak-banyaknya, hingga nantinya dia bisa berguna untuk kita maupun orang lain di sekitar kita. Jangan pernah sekali-kali berpikir untuk bunuh diri pada saat kita menemui masalah yang kita rasa berat dan tak ada jalan keluar. Tindakan bunuh diri itu bodoh menurut saya. Di saat para korban bencana alam menginginkan keselamatan dan terus hidup, kita malah tidak menghargai kehidupan yang kita miliki. Lagipula, tidakkah kita ingat bagaimana perjuangan ibu kita melawan rasa sakit dan mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan kita? Lalu kenapa dengan mudahnya kita menyia-nyiakan pengorbanan beliau? Ingatlah bahwa cobaan yang diberikan oleh Tuhan tak pernah melampaui batas kemampuan kita (bagi yang meyakininya..). Tak ada masalah yang tak ada penyelesaiannya. Mungkin saja masalah tsb tidak bisa kita selesaikan dengan segera, alias harus menunggu selang beberapa waktu baru bisa dicap “done”. Bersabarlah…

Sebagai tambahan, saya pernah memposting artikel mengenai ‘Mengenali gejala Stroke’. Bisa lihat artikelnya di sini..

Akhir kata, jangan anggap remeh kesehatan Anda. Ingat! Kesehatan itu mahal harganya.. Jagalah dia sebelum Anda kehilangannya. Dan juga berwaspadalah.. Bencana bisa datang kapan saja tanpa kita duga.

Saat pertama ku tiba di bumi,
senyum bahagia mengelilingi.
Adapun air mata yang mengalir,
milik orangtuaku lah kupikir,
terharu karena aku telah hadir.

Jika datang saatnya kupergi,
tak rela air mata mengiringi.
Kuingin garis lengkung merona,
seuntai senyum karena bangga,
ku sempat dalam hidup mereka..

bsd15092010
© by WP

picture taken from http://marvinlee.net/blog/wp-content/uploads/2009/07/skull.bmp

Tuesday, September 14, 2010

Mengenali Gejala Stroke

Berikut adalah artikel yang isinya saya copas dari email seorang kenalan di Yuk Nulis! tertanggal 31 Agustus lalu..
Isinya untuk memberitahu kita bagaimana caranya mengenali gejala stroke awal, karena tidak menutup kemungkinan seseorang yang mengalami serangan stroke kurang dari 3 jam dapat sembuh total..
Mari kita bersama kenali gejala stroke tersebut agar kita dapat bertindak cepat dalam mendapatkan bantuan a.k.a memanggil ambulans.

Demikian isi emailnya..
[Pada suatu pesta, seorang teman bernama Ingrid tiba-tiba tersandung dan jatuh. Ia meyakinkan semua orang bahwa dia baik-baik saja dan hanya tersandung batu karena sepatu yang baru ( padahal mereka telah menawarkan ambulans ). Mereka membersihkan tumpahan dan memberikan piring yang baru, sementara ia kelihatan agak terkejut. Ingrid terus bersenang-senang sepanjang malam. Beberapa waktu berselang, suami Ingrid menelpon bahwa isterinya dibawa ke rumah sakit. Kemudian, pada pukul 6.00 pagi Ingrid meninggal.

Sebenarnya Ingrid terkena serangan stroke saat pesta. Kalau saja di antara mereka ada yang mengetahui bagaimana mengenali stroke, kemungkinan Ingrid masih bisa hidup sampai hari ini. Beberapa orang seperti ini tidak meninggal dunia, tetapi mereka berakhir dengan cacat tidak berdaya.

Seorang Neurolog ( Ahli Syaraf ) menyatakan bahwa jika ia bisa bertemu dengan seorang penderita stroke dalam 3 jam pertama serangan, maka pasien dapat sembuh total sama sekali. Ia mengatakan yang penting adalah mengenali gejala, mendiagnosa, dan membawa pasien untuk pengobatan ahli sesegera mungkin. Dan ini mendesak! Jangan lewat dari tiga jam, karena kalau tidak, akan terjadi kerusakan permanen.


MENGENALI STROKE :
Ingat '3' langkah : STR (3 huruf awal dari kata 'stroke' itu sendiri).

Kadang-kadang gejala stroke sangat sukar untuk dikenali. Sayangnya, ketidaktahuan membawa bencana. Penderita stroke dapat mengalami kerusakan otak yang berat jika orang di sekitarnya gagal untuk mengenali gejala-gejala stroke.

Sekarang para dokter menyatakan orang terdekat dapat mengenali stroke dengan mengajukan tiga pertanyaan sederhana :

- S : SMILE.
Minta penderita untuk tersenyum. Kalau pipi miring, maka ada kelumpuhan saraf.

- T : TALK.
Minta orang tersebut untuk berbicara kalimat singkat ( misalnya : It is sunny today, Hari ini cerah, atau apa saja ). Kalau omongannya pelo, ini gejala stroke.

- R : RAISE BOTH ARMS
Minta dia untuk mengangkat kedua lengan. Kalau tidak bisa mengangkat, artinya ada kelumpuhan akibat stroke.

Jika terdapat salah satu dari gangguan untuk melakukan STR, segera panggil ambulans dan ceritakan keadaan ini kepada petugas.


Tanda lain dari stroke adalah :
- Minta orang tersebut menjulurkan lidahnya. Jika lidahnya "bengkok", menyimpang ke satu arah, ini juga merupakan suatu tanda dari stroke.]


Sekedar sharing, papa saya juga sempat mengalami serangan stroke ringan. Saat ini sudah agak mendingan. Bisa berjalan meski kadang harus dipapah. Bisa berkata-kata, walau tidak selantang dan selancar dulu. Bisa menggerakkan anggota geraknya, hanya saja tak segesit dulu saat masih bermain basket. Tapi setidaknya beliau tidak perlu bedrest all day long..
Semoga dengan posting ini, makin banyak orang yang bisa terantisipasi dari serangan stroke..
Ingatlah, kesehatan itu mahal harganya..
(NB: ada sedikit pengeditan pada copas-an email, tanpa mengurangi inti berita)

bsd14092010
© by WP

Friday, September 10, 2010

Mau tampil Beda

Puisi itu..
identik mendayu
Bernada sendu,
meratap pilu

Kadang ada galau,
bercampur risau,
atau teriak racau

aku ingin
sesuatu lain
karya origin
tidak menyalin
terkesan main
namun bukan main

(to be continue..)

krw10092010
© by WP

Wednesday, September 1, 2010

Menuju Puncak

Banyak orang bilang, hidup ini adalah suatu perjalanan panjang ibarat pendakian gunung.
Hmm.. Ada benarnya.. Dalam perjalanan pendakian gunung, kita harus terus gigih berusaha setapak demi setapak melangkah menuju titik finish, yang tak lain adalah puncak tertinggi sang gunung. Meskipun kita bertemu hewan-hewan liar, dihantam angin kencang, terganggu oleh kerikil dan bebatuan, atau hambatan lainnya, teuteup harus fokus pada target. Apa yang kita hadapi sekarang, proses apa yang pernah kita alami maupun emosi apa yang pernah kita rasakan, semua mengacu pada masa depan yang lebih baik, mengarah ke puncak kejayaan hidup kita masing-masing.
Kejayaan itu sendiri sih.. pengertiannya kembali ke pribadi tiap manusia. Ada yang mengukur secara materi, misal mereka merasa ‘hidup’ bila sudah mampu memiliki rumah tipe 4L (Lu Lagi Lu Lagi, begitu istilah orang untuk yang ukurannya sempit, sampai kita bisa bosan bertemu dengan orang serumah) atau RSSSS (Rumah Selonjoran Saja Sangat Susah..); tapi mungkin ada orang yang baru akan berpuas diri setelah membeli bangunan semewah istana (mewah di sini bukan ‘mepet sawah’ loh ya..). Ada juga sebagian (keciiil) orang yang merasa hidupnya berada di ‘puncak’ saat mereka bisa menyumbangkan tenaga mereka untuk sesamanya yang membutuhkan; bisa memotivasi orang lain untuk terus berjuang melawan kerasnya hidup, bisa menarik saudara-saudaranya yang tersesat di jalan salah dan sebagainya.
Tapi dibilang pendakian gunung juga tidak tepat 100%. Karena hidup ada kalanya mengalami jalan turun, tidak melulu yang ditemui adalah tanjakan. Contoh yang mudah ya.. pada saat kita mengalami penurunan semangat hidup. Entah itu hilang motivasi atau karena jenuh dengan rutinitas sehari-hari. Ada kalanya pula jalan gunung itu agak datar. Lumayanlah untuk mem-buffer sejenak lelah yang ada setelah bergerak melawan gaya gravitasi bumi...
Saat mendaki, banyak peralatan dan perbekalan yang harus kita siapkan untuk memastikan keselamatan perjalanan kita (bekal terutama makanan dan minuman itu penting untuk menambah energi tubuh agar dapat berjalan dan mendaki. Saya pribadi jelas tak akan lupa yang satu ini. Kalau perlu sih, nambah beli cemilan.. =p). Demikian kita harus melengkapi diri dengan ilmu dan kemampuan yang kompeten untuk menjalani hidup. Kemajuan teknologi yang menunjang seperti sekarang ini harusnya bisa membuat kita lebih siap menghadapi tantangan hidup yang ada, serta lebih bisa menonjolkan kemampuan dalam diri. Bukan sebaliknya malah keasikan browsing internet atau bermain online games terus menerus sampai akhirnya lupa makan, bahkan lupa beristirahat.
Selain kelengkapan alat, kita juga perlu terus mengasah kemampuan yang ada. Pada awalnya, kita targetkan dulu mendaki gunung yang rutenya tidak terlalu terjal. Setelah dapat dilalui, barulah ke gunung yang tingkat kesulitannya lebih dari yang sebelumnya. Dan begitu seterusnya, mencoba untuk menantang batas kemampuan yang kita miliki. Niscaya, suatu hari, Gunung Himalaya pun bisa ditaklukkan dengan mudah. Hehe.. (bayangkan momen saat tersenyum penuh bangga karena berhasil berdiri di atas puncak gunung yang terkenal di dunia..). Dari sekian kali mendaki, kita otomatis akan lebih bisa berhati-hati saat menapakkan kaki atau mencari pegangan tangan yang baru, dapat memutuskan dengan cepat langkah mana yang harus diambil. Inilah “belajar dari pengalaman”. Salah mengambil langkah, bisa jadi nyawa taruhannya..
Saya pribadi pernah mencoba mengambil materi climbing waktu pelajaran olahraga kuliah dulu. Awalnya memang agak canggung, ngeri juga ada. Bukan karena fobia ketinggian, tapi takut talinya tidak cukup kuat menahan berat badan saya. Kan konyol kalau sedang di atas tiba-tiba terjatuh karena tali putus. Haih.. untungnya hal tersebut tidak benar-benar terjadi. ^^
Seandainya ada kecelakaan terjadi karena tali putus saat pendakian, Anda boleh kirimkan surat protes dan klaim pengobatan ke perusahaan produsen tali climbing. =p

© by WP