Friday, October 29, 2010

Tiga Serangkai

Bila sekilas membaca judul, mungkin ada yang mengira kalau posting ini masih berkaitan dengan Hari Sumpah Pemuda kemarin. Tapi maaf, harus saya bilang kalau "that's not right.." Sebetulnya ini tentang yang saya rasakan atas serangkaian peristiwa yang belakangan terus menerus melanda negeri kita tercinta Indonesia. Gempa yang disusul tsunami, peristiwa meletusnya gunung berapi, dan hujan berkepanjangan berakibat jalanan dan rumah warga tergenang.

Dahulu ia nama kumpulan pahlawan
Kini, runtutan peristiwa mengenaskan
Gempa dan tsunami mengguncang ketenangan
Hujan tak henti banjir tinggi selangkangan
Gunung Merapi kelaparan lahap korban
Kalau begini, siapa bisa disalahkan?
Para manusia yang bertindak sembarangan?
Ataukah Dia si Empunya Kehidupan?

Kadang saya berpikir untuk melihat bencana alam dari segi positifnya. Mungkin Anda akan terheran.. Bencana itu identik bersifat destruktif dan merugikan, mana ada nilai positifnya? 
Tapi mari kita lihat.. Jaman sekarang, seks bebas di kalangan pemuda (pelajar) terjadi di mana-mana. Tingkat kelahiran bayi yang tidak diinginkan meningkat. Masyarakat pun sepertinya kurang mengindahkan program pemerintah, yakni Keluarga Berencana (KB). Padahal anak muda jaman sekarang slalu mengandalkan pose 'peace' (mengangkat tangan membentuk angka dua) saat berfoto.. =p Alhasih, populasi makin padat, berefek ke kurangnya pemenuhan kebutuhan hidup anak-anak dan menurunnya taraf hidup masyarakat. 
Buat mereka yang lahir di keluarga berkecukupan, mungkin tidak terlalu masalah. Paling-paling jumlah asap kendaraan dan kecemburuan sosial meningkat (orang berduit cenderung memenuhi keinginan anak seperti kendaraan mewah ataupun alat elektronik tercanggih). Biasanya anak tumbuh jadi individu yang manja berlebihan dan kurang peka sosial.
Sementara bagi yang kehidupan ekonominya kurang baik, anak-anak mereka jadi kurang gizi, sejak kecil ikut orang tua bergantung hidup dari belas kasihan orang lain. Mereka juga tidak mendapatkan pendidikan yang pantas, karena mungkin dalam keluarganya tak ada uang yang cukup untuk membiayai sekolah. 
Selain jumlah penduduk yang terlalu padat, mungkin Tuhan juga eneg ma kelakuan manusianya yang ambradul. Anak durhaka pada orangtua, orang yang melakukan tindakan cabul (contoh pedofili), perusakan lingkungan (penebangan pohon demi mengenyangkan isi kantong misalnya), tidak mengindahkan peringatan-peringatan Dia sebelumnya dan masih banyak contoh lainnya.
Naah.. bencana-bencana ini yang memakan korban ratusan, ribuan atau bahkan lebih, anggaplah ini 'seleksi alam' yang dilakukan oleh Sang Pencipta.. Kita bisa pilih. Mau mengucap sukur (Jawa: rasakan, tau rasa) atau berucap syukur..

Usah bersinambung keluh kesah
Hidup terlalu singkat tuk beresah
Lebih baik koreksi yang salah
Bersiap diri untuk berserah
Kita makhluk ciptaan yang lemah,
dibentuk dari gepokan tanah,
dan kan kembali ke rupa tanah
So, mengapa risaukan musibah?

Bukankah hidup akan terasa lebih ringan jika kita bisa lihat segala sesuatu dari segi positifnya? 

29 Oktober 2010
© by WP

* mencoba untuk berefleksi dan tidak terlalu memusingkan bencana yang terjadi di sekitar kita..
* mari kenali lebih jauh soal gempa di Indonesia. klik sini..

No comments:

Post a Comment

Left your comment..