Satu lagi artikel terjemahan tentang pernikahan..
Enjoy :beer:
Sepulang ke rumah, Kembang menceritakan perihal mereka berdua ke orangtuanya. Berita tsb mendapatkan reaksi yang sangat hebat.
Terutama sekarang, setiap kali efisiensi pabrik menurun, orang yang mempunyai kemampuan akan pergi menciptakan lapangan kerja sendiri. Sedangkan dia masih bermain2, satu bulan hanya berpenghasilan beberapa ratus dolar. Lelaki yang seperti ini, tidak punya masa depan .
Tidak hanya orang tua, rekan sekantor yang awalnya meledek mereka, yang mempunyai hubungan dekat dengan Kembang pun tidak menyetujui Kembang menikah dengan Kumbang. Alasan mereka sama dengan orangtua. Mereka juga berkata boleh menyukai lelaki seperti itu, tapi tidak untuk menjadikannya suami.
Kembang membajakan hatinya, tidak perduli siapa yang membujuknya, jawabannya hanya satu : “Aku ingin ikut dengannya.”
Orangtuanya sangat kecewa, ibu kemudian berseru:”Kamu ini sedang mempertaruhkan kebahagiaanmu sendiri!”
Dia mengangkat kepalanya, menjawab dengan tegas:”Meskipun semua orang tidak menyetujui, meskipun kemungkinan kalah, saya terima.”
Penghalangan dari semua pihak berakhir sia-sia. Di umurnya 24 tahun, Kembang menikah dengan Kumbang. Mereka pindah keluar dari rumah, menyewa satu kamar apartemen kecil. Hal ini makin membuktikan penilaian orang2 di sekitar Kembang, Kumbang adalah perampas kehidupan Kembang.
Tapi yang terjadi kemudian melampaui pemikiran semua orang. Setelah menikah, Kumbang seolah berganti seorang yang lain, seorang yang bekerja keras.
Pada saat awal, gajinya tidak memenuhi upah minimum, juga tidak ahli dalam bidang baru ini. Entah sudah berjalan berapa banyak belokan, berkorban berapa banyak hati dan pikiran, hingga akhirnya mampu menancapkan kakinya di perusahaan tsb dengan susah payah.
Pada tahun itu, Kembang melihat suaminya menjadi berkulit gelap dan kurus. Pada musim panas yang terik, berpayungkan matahari berjalan di atas jalanan beraspal, keringat tidak sempat dilap. Malam hari tidak pernah pulang kurang dari jam 10. Begitu sampai rumah, tumbang di atas kasur, tidak mengganti pakaian, langsung tertidur.
Setahun kemudian, prestasi pekerjaannya menanjak, penjualannya meningkat berkali lipat, sementara Kembang dipecat dari pekerjaannya. Kumbang tidak mengijinkan istrinya bekerja. Memintanya untuk tinggal di rumah dengan tenang, melakukan pekerjaan rumah menunggu saatnya menjadi seorang ibu.
Pada saat anaknya lahir, Kumbang menjabat sales manager. Dia menghandle banyak klien besar. Di waktu luangnya ia mempelajari kembali bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Perusahaan memfasilitasi dia sebuah mobil, membelikannya rumah baru.
Kembang di waktu itu, karena baru saja melahirkan anak, bertambah gemuk. Jarang keluar rumah, gaya berpakaian pun menjadi asal-asalan. Berdiri berdampingan dengan suaminya, ada perasaan bahwa mereka tidak sepadan.
Di saat ini, orang2 yang pernah meragukan Kumbang mulai muncul kekhawatiran baru, khawatir seorang lelaki yang mata keranjang seperti dia akan meninggalkan Kembang. Peristiwa semacam itu sudah tidak terhitung jumlahnya di jaman sekarang.
Tapi kali ini, lagi2 semua orang salah menilai dia. Di saat kehidupan dan karirnya tidak berhenti menanjak, cinta Kumbang pada Kembang masih sama seperti awal. Rasa cinta itu, tidak tahu menjadi lebih dalam berapa kali lipat, berubah menjadi rasa melindungi yang terasa melekat di hati.
Mulai dari hal besar seperti sandang, pangan, papan, transportasi hingga hal kecil hal2 yang disukai, Kumbang mampu melengkapinya, tidak pernah sekalipun mengabaikan.
Dia tidak pernah menyembunyikan cintanya pada Kembang, terkadang teman dan rekannya bercanda:”Semuanya sudah diganti baru, sekarang waktunya ganti istri dong.”
Dia menggeleng, dengan serius berkata:”Di kehidupan ini, hanya dia satu.”
Kebahagiaan Kembang membuat semua orang terbungkam.
Malam hari itu,Kumbang mencucikan kaki Kembang. Di dalam hangatnya air, seperti biasanya, dia menggenggam kaki Kembang dalam telapak tangannya.
Kembang tiba2 tertawa dan bertanya:”Kenapa bisa begitu baik terhadapku?”
Kumbang masih berlutut di depan Kembang dan menggenggam kakinya. Ia lalu menengadahkan kepala, menatap Kembang lekat, berkata dengan serius: “Karena pada awalnya, kamu mempertaruhkan kebahagiaan seumur hidupmu sendiri, ingin ikut denganku. Kamu adalah satu2nya orang di dunia ini yang sangat mempercayai saya. Menikah denganku adalah taruhan hidupmu, bagaimana mungkin saya sampai hati membiarkanmu kalah.”
Kembang menatapnya. Mendengar ucapan Kumbang yang biasanya, matanya pun berkaca-kaca.
Sebagai lelaki, tidak boleh membiarkan seorang wanita yang memberikan kebahagiaan hidupnya padamu kalah. Karena Anda tidak boleh kalah, wanita yang mencintaimu mempertaruhkan masa muda dan setengah akhir hayatnya lebih tidak boleh kalah!
---
DM 14102012
© by WP
* Artikel berasal dari notes di suatu web. Tapi entah kenapa, link web-nya tidak bisa lagi diakses..
Enjoy :beer:
---
Dikisahkan dua insan
bekerja saling berhadapan setiap hari.
Ada kalanya si gadis (Kembang) menatap lelaki
itu (Kumbang) sampai bengong. Kumbang memiliki wajah yang tampan dan sedikit
sayu.
Kelamaan, Kumbang menangkap tatapan Kembang, lalu mengembangkan senyum
padanya. Kembang menundukkan
kepala, wajahnya memerah
Dengan cepat, rekan-rekan
kantor dapat menebak isi hati Kembang dan mulai meledek menjodohkan mereka.
Lama kelamaan, mereka berdua pun menjadi sepasang kekasih.
Mereka berdua telah
mencapai usia menikah. Suatu waktu saat sedang makan, Kembang dengan ragu2 membahas
tentang pernikahan. Pada saat itu, Kumbang terdiam, tidak menjawab. Setelah
lama barulah menggumam “Takutnya.. takutnya nanti kamu menderita bila bersama
saya.”
“Tidak takut,” kata
Kembang dengan suara lirih.
Kumbang tak lagi
berbicara, melengos pelan. Di mata Kembang, itu berarti Kumbang menyanggupi
keinginannya.
Sepulang ke rumah, Kembang menceritakan perihal mereka berdua ke orangtuanya. Berita tsb mendapatkan reaksi yang sangat hebat.
Si ayah dan mereka
bekerja dalam satu divisi. Penilaian beliau terhadap Kumbang tidak baik, selalu
melarang mereka berpacaran..
Alasannya adalah Kumbang seorang lelaki yang tidak mempunyai keinginan untuk
maju, malas, tidak mempunyai jiwa bekerja, dan di luar berteman dengan orang2
yang pekerjaannya tidak jelas. Bila seorang wanita menikah dengannya, masa
depannya pasti tidak baik.
Terutama sekarang, setiap kali efisiensi pabrik menurun, orang yang mempunyai kemampuan akan pergi menciptakan lapangan kerja sendiri. Sedangkan dia masih bermain2, satu bulan hanya berpenghasilan beberapa ratus dolar. Lelaki yang seperti ini, tidak punya masa depan .
Tidak hanya orang tua, rekan sekantor yang awalnya meledek mereka, yang mempunyai hubungan dekat dengan Kembang pun tidak menyetujui Kembang menikah dengan Kumbang. Alasan mereka sama dengan orangtua. Mereka juga berkata boleh menyukai lelaki seperti itu, tapi tidak untuk menjadikannya suami.
Kembang membajakan hatinya, tidak perduli siapa yang membujuknya, jawabannya hanya satu : “Aku ingin ikut dengannya.”
Orangtuanya sangat kecewa, ibu kemudian berseru:”Kamu ini sedang mempertaruhkan kebahagiaanmu sendiri!”
Dia mengangkat kepalanya, menjawab dengan tegas:”Meskipun semua orang tidak menyetujui, meskipun kemungkinan kalah, saya terima.”
Penghalangan dari semua pihak berakhir sia-sia. Di umurnya 24 tahun, Kembang menikah dengan Kumbang. Mereka pindah keluar dari rumah, menyewa satu kamar apartemen kecil. Hal ini makin membuktikan penilaian orang2 di sekitar Kembang, Kumbang adalah perampas kehidupan Kembang.
Tapi yang terjadi kemudian melampaui pemikiran semua orang. Setelah menikah, Kumbang seolah berganti seorang yang lain, seorang yang bekerja keras.
Pertama, dia meninggalkan pabrik yang sudah hampir bangkrut, memutuskan
hubungan dengan teman2nya yang kacau balau, kemudian menjadi sales sebuah
perusahaan swasta.
Pada saat awal, gajinya tidak memenuhi upah minimum, juga tidak ahli dalam bidang baru ini. Entah sudah berjalan berapa banyak belokan, berkorban berapa banyak hati dan pikiran, hingga akhirnya mampu menancapkan kakinya di perusahaan tsb dengan susah payah.
Pada tahun itu, Kembang melihat suaminya menjadi berkulit gelap dan kurus. Pada musim panas yang terik, berpayungkan matahari berjalan di atas jalanan beraspal, keringat tidak sempat dilap. Malam hari tidak pernah pulang kurang dari jam 10. Begitu sampai rumah, tumbang di atas kasur, tidak mengganti pakaian, langsung tertidur.
Setahun kemudian, prestasi pekerjaannya menanjak, penjualannya meningkat berkali lipat, sementara Kembang dipecat dari pekerjaannya. Kumbang tidak mengijinkan istrinya bekerja. Memintanya untuk tinggal di rumah dengan tenang, melakukan pekerjaan rumah menunggu saatnya menjadi seorang ibu.
Pada saat anaknya lahir, Kumbang menjabat sales manager. Dia menghandle banyak klien besar. Di waktu luangnya ia mempelajari kembali bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Perusahaan memfasilitasi dia sebuah mobil, membelikannya rumah baru.
Setiap orang telah melihat masa depannya yang gemilang..
Kembang di waktu itu, karena baru saja melahirkan anak, bertambah gemuk. Jarang keluar rumah, gaya berpakaian pun menjadi asal-asalan. Berdiri berdampingan dengan suaminya, ada perasaan bahwa mereka tidak sepadan.
Di saat ini, orang2 yang pernah meragukan Kumbang mulai muncul kekhawatiran baru, khawatir seorang lelaki yang mata keranjang seperti dia akan meninggalkan Kembang. Peristiwa semacam itu sudah tidak terhitung jumlahnya di jaman sekarang.
Tapi kali ini, lagi2 semua orang salah menilai dia. Di saat kehidupan dan karirnya tidak berhenti menanjak, cinta Kumbang pada Kembang masih sama seperti awal. Rasa cinta itu, tidak tahu menjadi lebih dalam berapa kali lipat, berubah menjadi rasa melindungi yang terasa melekat di hati.
Mulai dari hal besar seperti sandang, pangan, papan, transportasi hingga hal kecil hal2 yang disukai, Kumbang mampu melengkapinya, tidak pernah sekalipun mengabaikan.
Semenjak satu bulan istrinya melahirkan,dia selalu membantu Kembang
mencuci kaki setiap malam,kebiasaan ini terus-menerus dilakukannya.
Dia tidak pernah menyembunyikan cintanya pada Kembang, terkadang teman dan rekannya bercanda:”Semuanya sudah diganti baru, sekarang waktunya ganti istri dong.”
Dia menggeleng, dengan serius berkata:”Di kehidupan ini, hanya dia satu.”
Kebahagiaan Kembang membuat semua orang terbungkam.
Sebenarnya pada
awalnya dia juga tidak yakin akan memiliki kebahagiaan seperti ini. Pada waktu
itu dia hanya mencintai lelaki ini, merasa sayang untuk meninggalkannya. Tidak
takut akan mengalami kepahitan bila mengikutinya, seperti yang Kembang bilang,
dia pasrah menerima nasibnya.
Malam hari itu,Kumbang mencucikan kaki Kembang. Di dalam hangatnya air, seperti biasanya, dia menggenggam kaki Kembang dalam telapak tangannya.
Kembang tiba2 tertawa dan bertanya:”Kenapa bisa begitu baik terhadapku?”
Pertanyaan ini
sebenarnya sudah tersimpan dalam hatinya sangat lama. Bahkan ia ingin
menanyakan:”Kenapa bisa setelah menikah seolah berubah
menjadi seorang yang lain?”
Karena merasa tidak
pantas, maka hanya bertanya satu kalimat. Bertanya dengan setengah bercanda.
Kumbang masih berlutut di depan Kembang dan menggenggam kakinya. Ia lalu menengadahkan kepala, menatap Kembang lekat, berkata dengan serius: “Karena pada awalnya, kamu mempertaruhkan kebahagiaan seumur hidupmu sendiri, ingin ikut denganku. Kamu adalah satu2nya orang di dunia ini yang sangat mempercayai saya. Menikah denganku adalah taruhan hidupmu, bagaimana mungkin saya sampai hati membiarkanmu kalah.”
Kembang menatapnya. Mendengar ucapan Kumbang yang biasanya, matanya pun berkaca-kaca.
Sebagai lelaki, tidak boleh membiarkan seorang wanita yang memberikan kebahagiaan hidupnya padamu kalah. Karena Anda tidak boleh kalah, wanita yang mencintaimu mempertaruhkan masa muda dan setengah akhir hayatnya lebih tidak boleh kalah!
---
DM 14102012
© by WP
* Artikel berasal dari notes di suatu web. Tapi entah kenapa, link web-nya tidak bisa lagi diakses..
No comments:
Post a Comment
Left your comment..